Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Indonesia Terkini

latest

Responsive Ad

Pemilu dan Kontestasi Politik Bersih

Pemilu dan Kontestasi Politik Bersih Opini Pemilu dan Kontestasi Politik Bersih PEMILU 2019 diharapkan menjadi ajang kontesta...

Pemilu dan Kontestasi Politik Bersih

Opini

Pemilu dan Kontestasi Politik Bersih

PEMILU 2019 diharapkan menjadi ajang kontestasi orang-orang yang tidak pernah terkait dengan korupsi

Pemilu dan Kontestasi Politik BersihTribun KaltimIlustrasi

Oleh Muhammad Insa Ansari

PEMILU 2019 diharapkan menjadi ajang kontestasi orang-orang yang tidak pernah terkait dengan korupsi. Harapan ini merupakan harapan yang sangat wajar ditengahnya maraknya korupsi oleh penyelenggara negara. Untuk itu upaya KPU menyaring calon anggota legislatif yang bebas korupsi diapresiasi oleh publik, meskipun kebijakan itu tidak menjadi jaminan bagi kontestasi politik yang bersih dari tindakan korupsi (Kompas, 9/7/2018).

Dari jajak pendapat y ang diumumkan sebuah harian nasional (Kompas, 9/7/2018), terhadap pertanyaan setuju atau tidak setuju bekas terpidana korupsi dilarang menjadi calon anggota legislatif. Hasilnya, mayoritas responden, yaitu 75,7% setuju, 4,7% setuju tetapi hanya untuk terpidana korupsi yang dicabut hak politiknya oleh pengadilan, 18,4% tidak setuju, dan 1,2% menjawab tidak setuju. Ini berarti mayoritas masyarakat menginginkan agar pemilu harus menjadi kontestasi politik yang bersih. Karena bagaimanapun pemilu tidak lain untuk menemukan legislatif dan eksekutif yang baik sebagai penyelenggara negara.

Upaya KPU dan keinginan masyarakat untuk menghadirkan legislatif yang bersih merupakan keinginan yang selalu bersemanyam dihati masyarakat. Hal ini tentunya mengingat anggota legislatif memiliki kewenangan di bidang legislasi, penganggaran dan pengawasan serta eksekutif sebagai penyelenggara pembangunan. Untuk dapat berjalan dengan baik dan benar ketiga peran tersebut, maka legislatif dan eksekutif yang bersih merupakan suatu syarat yang tidak bisa ditawar.

Mewujudkan keinginan dan harapan tersebut diperlukan aturan baik dalam bentuk produk legislasi maupun produk regulasi. Aturan dalam bentuk legislasi di antaranya adalah UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sementara aturan pemilu dalam bentuk regulasi adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Kedua peraturan tersebut memiliki hubungan dan keterkaitan dengan kontestasi politik bersih. Pertanyaannya adalah apakah UU No.7/2017 dan PKPU No.20/2018 dapat menjadikan pemilu sebagai kontestasi politik yang bersih?

Menurut Lawrence M Friedman ada tiga unsur penting dari suatu sistem hukum, yaitu substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture). Adapun yang dimaksud dengan substansi hukum (legal substance) adalah aturan, norma, kaidah, dan pola perilaku nyata manusia ya ng berada dalam suatu sistem hukum. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman, serta dapat diterapkan dengan baik.

Adapun yang dimaksud dengan struktur hukum (legal structure) adalah struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur lembaga penegakan hukum, kewenangan penegakan hukum, dan tata cara penegakan hukum itu sendiri. Sistem hukum ditinjau dari struktur mengarah pada lembaga-atau pranata, seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif, bagaimana lembaga tersebut menjalankan fungsinya. Struktur berarti juga kelembagaan yang melakukan penegakan terhadap suatu sistem hukum sendiri.

Sementara yang dimaksud budaya hukum (legal culture) menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia sebagai bagian dari masyarakat, termasuk juga budaya hukum dari aparat penegak hukumnya itu sendiri terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum sendiri lebih mengarah pada sikap masyarakat, penghor matan atau pengharapan masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum.

Kultur hukum merupakan gambaran dari sikap dan perilaku terhadap hukum dan keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempat dan diterima oleh warga masyarakat. Sederhananya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan satu indikator berfungsinya hukum dalam masyarakat itu sendiri.

Perlu tiga syarat
Mengkaji pemilu sebagai kontestasi politik menjadi telaahan menarik, terutama dikaitkan dengan pandangan Friedman tentang sistem hukum. Untuk itu, guna mewujudkan pemilu sebagai kontestasi politik yang bersih, maka diperlukan tiga syarat juga, yaitu substansi pemilu yang bersih, struktur pemilu yang bersih, dan budaya pemilu yang bersih.

Halaman selanjutnya 12
Edi tor: bakri Sumber: Serambi Indonesia Ikuti kami di Sumber: Google News

Reponsive Ads